Friday, October 29, 2010

Mengucap Syukur

Share



Ayat bacaan: 1 Tesalonika 5:18
==============================
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."

Umpatan saat ini bukan lagi hanya sebagai ungkapan kekesalan atau kemarahan terhadap seseorang saja, tetapi dalam pergaulan kata-kata umpatan itu seringkali hanya berfungsi sebagai kata sisipan atau sela yang akan terlontar begitu saja dengan sendirinya tanpa direncanakan. Kata makian bisa terdengar ratusan kali ketika sekumpulan anak-anak muda sedang hang out bareng. Di tengah tiap candaan akan terlempar begitu banyak kata yang kasar dan sangat tidak pantas keluar dari mulut kita. Memang mereka bukan sedang memaki siapa-siapa, tetapi tetap saja kata itu seharusnya tidak diucapkan. Tidak hanya orang yang sudah dewasa, tetapi di kalangan anak-anak kecil bahkan balita sekalipun sekarang sudah terbiasa mengumpat. Dari mana mereka belajar? Bisa jadi dari lingkungan sekitar dan ironisnya tidak jarang pula sikap ini mereka tiru dari anggota keluarganya sendiri.
"Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3:10). Ucapan syukur ataupun umpatan bisa keluar dari mulut yang sama, dan Firman Tuhan mengingatkan hal seperti ini tidaklah boleh kita lakukan. Apa yang seharusnya keluar dari anak-anak Tuhan seharusnya hanyalah ucapan syukur. Mungkin mudah bagi kita untuk mengucap syukur ketika kita sedang diberkati, tetapi bisakah kita tetap mengeluarkan ucapan yang sama ketika kita sedang mengalami berbagai masalah? Padahal itulah yang seharusnya kita lakukan. Tetap memenuhi hati, pikiran dengan ucapan syukur yang kemudian akan berimbas kepada kata-kata yang kita keluarkan dari mulut. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Perhatikanlah kata dalam segala hal, itu artinya bukan pada saat baik saja, tetapi dalam keadaan sulit atau dalam penderitaan sekalipun kita harus pula mampu memandangnya dari sisi positif, sehingga kita bisa tetap mengucap syukur. Itulah yang dikehendaki Tuhan dalam Yesus untuk dilakukan.
Pertanyaannya bagaimana mungkin kita bisa mengucap syukur ketika sedang berada dalam keadaan yang tidak baik? Caranya adalah dengan mengisi diri kita sepenuhnya dengan pengharapan. Daripada dipakai untuk mengeluh atau meratapi nasib, saat-saat sulit akan sangat baik jika kita pergunakan untuk merenungkan kembali apakah kita selama ini sudah menjalani ketetapan-ketetapan Tuhan atau belum. Di saat seperti itulah kita bisa belajar untuk mengandalkan Tuhan lebih dari biasanya. Saat sulit adalah saat yang paling baik untuk menyaksikan sendiri bagaimana kuasa Tuhan turun dalam hidup kita. Apabila apa yang terjadi tidak juga seperti apa yang kita inginkan, bukankah keselamatan kekal yang telah diberikan kepada kita secara cuma-cuma lewat Kristus adalah sesuatu yang tetap harus disyukuri? Dan Penulis Ibrani pun mengingatkan kita akan hal itu. "Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28).
Cara hidup Yesus ketika hadir di muka bumi ini menunjukkan keteladanan mengenai ucapan syukur. Dalam banyak kesempatan Yesus mencontohkan sendiri bahwa ucapan syukur selayaknya muncul dari mulut kita. Lihatlah ketika Yesus hendak menggandakan lima roti dan dua ikan. "Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka." (Markus 6:41). Mengucap berkat, atau dikatakan "mengucap syukur kepada Allah" (BIS). Dalam keadaan kesulitan, dimana hanya ada lima roti dan dua ikan sementara yang hendak diberi makan berjumlah ribuan orang, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita tetap harus mengucap syukur terhadap apa yang masih ada, meski sedikit sekalipun. Dan lihatlah bagaimana ucapan syukur itu bisa menjadi awal dari terbukanya pintu berkat dari Tuhan untuk kita.
Apa yang keluar dari mulut kita hari-hari ini? Apakah sudah berisi ungkapan syukur, kata-kata yang memberkati, menyemangati dan membangun atau justru bersungut-sungut, keluh kesah, meratapi nasib bahkan makian atau kutukan kepada orang lain atau diri sendiri? Berhati-hatilah agar kita tidak jatuh ke dalam sikap bangsa Israel di jaman Musa yang terus bersungut-sungut, meski mereka berulang kali menyaksikan sendiri kebesaran Tuhan dalam perjalanan mereka. Peringatan Tuhan turun lewat Paulus berbunyi seperti ini "Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut." (1 Korintus 10:10). Sebaliknya, hendaklah kita terus mengeluarkan ucapan syukur dari mulut kita, karena itulah yang dikehendaki Tuhan dalam Kristus Yesus. Mulai saat ini, mari kita mengawasi mulut kita, agar tidak ada lagi kata-kata yang tidak berkenan di hadapan Tuhan keluar dari sana lagi, baik secara sadar maupun tidak.
Hati yang bersukacita akan mengeluarkan perbendaharaan kata-kata yang baik termasuk ucapan syukur.
Tuhan Yesus memberkati.

Wednesday, September 22, 2010

Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi...

Share



Gober Bebek

Ayat bacaan: Matius 6:19-20
======================
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya."
Salah satu tokoh kartun yang menarik buat saya pada waktu kecil adalah Paman Gober, atau dalam bahasa Inggrisnya oleh Walt Disney dinamakan Uncle Scrooge. Nama Scrooge sepertinya diambil dari tokoh ciptaan Charles Dickens yang pelitnya minta ampun dalam bukunya A Christmas Carol. Hampir pada setiap kesempatan Paman Gober akan berurusan dengan kecintaannya yang luar biasa kepada gudang uangnya. Dia akan mempertahankannya dengan segala cara meski ancaman pencurian ia hadapi dari musuh-musuhnya. Di sisi lain, harta yang dimilikinya ternyata tidaklah membuat Paman Gober menjadi sosok murah hati. Justru sebaliknya, seperti nama Scrooge karya Charles Dickens, Paman Gober dikenal dengan kepelitannya yang luar biasa. Kita mungkin tertawa melihat tingkah Paman Gober ini, namun dalam kehidupan nyata ternyata ada banyak orang yang sikapnya sangat mirip. Uang, harta kekayaan, aset-aset mewah, semua itu menjadi sesuatu yang paling penting buat mereka. Dan tingkat kepuasan terhadap harta pun biasanya relatif. Artinya manusia akan cenderung tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya saat ini. Terus memburu harta, terus menimbunnya, lalu hidup stres karena selalu takut hartanya hilang atau musnah akibat berbagai hal. Bukannya bahagia, namun sebaliknya justru sulit tidur dan selalu ketakutan.
Tidak pernah ada kata cukup dalam kamus mereka yang mengejar harta. Apapun siap dikorbankan demi mengejarnya. Jujur atau curang, semua dihalalkan agar pundi-pundi bisa terus bertambah. Membantu orang? Itu artinya membuang uang. "Enak saja, kalau mau punya uang yang kerja sana.." dengan ringan mereka akan bisa berkata seperti itu tanpa melihat latar belakang kesulitan orang-orang yang kekurangan terlebih dahulu. Sadar atau tidak, ketika pola pikir menjadi berubah ke arah seperti ini, mereka sudah masuk ke dalam jebakan mamon. Dan kita tahu apa kata firman Tuhan mengenai hal ini. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Memilih mengikut mamon, menghamba kepada uang berarti memilih untuk meninggalkan Tuhan.
Jika kita berpikir bahwa banyak uang akan membawa kebahagiaan, pikirkanlah sekali lagi. Kebahagiaan yang sejati hanyalah berasal dari Tuhan dan tidak akan pernah berasal dari harta. Harta yang ada jika tidak dikelola dengan baik sesuai apa yang diinginkan Tuhan justru hanya akan membawa kehancuran bagi kita. Berorientasi kepada harta hanyalah akan membuat kita menjadi tamak dan melupakan untuk apa sebenarnya Tuhan memberkati kita di dunia ini. Bukan uang lagi yang menjadi hamba kita, tetapi kitalah yang menjadi hamba uang.
Yesus mengingatkan kita agar jangan salah fokus dalam mengumpulkan harta. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Harta di bumi yang dikumpulkan, tidak peduli sebanyak apapun akan tetap beresiko lenyap cepat atau lambat. Ngengat dan karat bisa merusaknya, pencuri pun siap merebut semuanya. Ini adalah harta yang tidak kekal, sangat rentan terhadap kemusnahan. Lantas dimana seharusnya kita mengumpulkan harta? "Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (ay 20). Mengumpulkan harta di surga, itu artinya memberi dan menabur di dunia, bukan menimbun, seperti cara mengumpul harta duniawi. Terus mengasihi dan menjadi terang dan garam di dunia lebih dan lebih lagi hingga kita mendapati bahwa adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. Paulus pun menyampaikan pesan ini sebagai sesuatu yang penting ketika ia menyampaikan salam perpisahan kepada para penatua Efesus. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Surga adalah tempat yang teraman dalam mengumpulkan harta, dimana tidak ada satupun yang bisa merusak dan mencurinya, dan semua itu akan berlaku kekal bagi kita. Tidak ada investasi yang lebih menguntungkan selain di surga.
Dari tokoh Gober bebek kita bisa melihat bahwa timbunan harta dunia tidaklah serta merta membuat kita berbahagia. Fokus pengumpulan harta yang Alkitabiah bukanlah di dunia, melainkan di surga. Tuhan tidak menyuruh kita untuk hidup miskin serba kekurangan, karena Dia telah menjanjikan segalanya bagi kita, mulai dari janji untuk mencukupkan hingga memberi kelimpahan. Dia menjanjikan semuanya, bahkan yang tidak pernah terpikirkan oleh kita. "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Namun ingatlah bahwa esensi dari berkat Tuhan turun atas kita bukanlah untuk ditimbun sendiri melainkan dipakai untuk memberkati orang lain atas nama Kerajaan Allah. Itu artinya kita sedang berinvestasi di surga dan itulah yang aman serta membawa manfaat kekal bagi kita. Di mana kita menimbun harta saat ini?
Berinvestasilah di surga.
Tuhan Yesus memberkati.

Tuesday, September 14, 2010

Percayakan pada Tuhan

Share
Ayat bacaan: Amsal 3:5
==================
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Coba perhatikan kehidupan kita, bukankah jelas bahwa semua kita telah direncanakan Tuhan sejak semula? Jika melihat prosesnya, ini bukanlah proses yang gampang dan cepat. Tuhan mempersiapkan kita untuk segala sesuatunya. Dan ada kalanya kita berpikir, bagaimana jika dalam proses yang lama itu kita kemudian memberontak atau mengabaikan apa yang telah Dia rencanakan? Sebagai manusia yang punya kehendak bebas, kita bisa memutuskan apakah kita mau mendengar dan patuh kepada panggilanNya,kehendakNya dan rencanaNya, atau kita memilih untuk menolak dan lebih memilih keinginan kita sendiri. Saya bersyukur, bahwa meski saya lahir baru belum terlalu lama, tetapi sejak dulu saya ternyata tetap berada dalam koridor rencana yang telah Tuhan sediakan bagi saya.
Amsal Salomo berkata "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabar dan sangat mudah goyah, kehilangan kepercayaan diri dan sebagainya. Sebuah proses dari Tuhan kerap berlangsung lama. Tidak instan, tetapi selangkah demi selangkah atau step by step. Kita maunya instan, tetapi Tuhan mau membimbing kita secara perlahan sampai kita benar-benar siap melihat rencanaNya. Itu bisa makan waktu tahunan bahkan puluhan tahun. Dan dalam proses pembentukan itu kita bisa merasakan sakit, mengalami penderitaan. Kita bisa mengalami proses dimana kita harus menangis terlebih dahulu, tetapi sebuah sukacita yang indah dengan rencana Tuhan yang terkonsep dengan sempurna telah disediakan Tuhan di depan. Jika bersandar kepada pengertian kita sendiri tentu akan sulit, sebab firman Tuhan berkata "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Kemampuan daya pikir, nalar dan logika kita sesungguhnya terbatas, sangat kecil jika dibandingkan kemampuan Tuhan dalam merancang sesuatu bagi kita. Oleh karena itulah jika kita hanya mengandalkan logika lewat pengertian kita yang terbatas ini, cepat atau lambat kita akan menyerah. Kita tidak akan mampu menangkap rencana Tuhan atas diri kita apabila tidak disertai dengan iman yang teguh.
Apa yang direncanakan Tuhan itu sesungguhnya indah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Pada waktunya, kita akan mendapatkan sesuatu yang indah sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam hidup kita. Tapi kita sulit mengetahuinya sejak awal karena keterbatasan kemampuan kita, yang perbedaannya digambarkan bagai bumi dan langit dengan Tuhan. Karena ketidakmampuan kita itulah maka kita perlu mempercayakan seluruh perjalanan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biar rencanaNya yang terjadi, bukan rencana kita, karena itulah pasti yang terindah. Waktunya mungkin lama, kita mungkin harus menderita terlebih dahulu, namun percayalah pada waktunya nanti, pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua itu akan bermuara kepada sesuatu yang indah, rencana yang bunyinya seperti ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tanyakan kepada bangsa Israel di jaman Musa bagaimana rasanya dibawa berputar selama 40 tahun melewati padang gurun. Tanyakan Yusuf bagaimana rasanya mengalami segala penderitaan dan ketidakadilan selama 20 tahun sebelum akhirnya ia diangkat menjadi penguasa di Mesir. Tanyakan kepada Daud bagaimana rasanya menunggu di bawah Saul sebelum akhirnya ia diangkat menjadi raja. Dan ada banyak lagi contoh bagaimana sesuatu yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai ketidakpastian, namun pada akhirnya menjadi begitu indah yang tercatat di dalam Alkitab. Bagaimana dengan anda saat ini? Adakah hal yang membuat anda bertanya-tanya untuk apa anda melakukan sesuatu? Anda boleh saja tidak mampu melihatnya saat ini, tapi percayalah pada suatu ketika nanti semua akan menjadi begitu jelas, bermuara kepada sesuatu yang sangat indah yang telah direncanakan Tuhan sejak awal bagi diri anda. Karena itu pakailah kacamata iman dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Tetaplah peka terhadap suara Tuhan dan ikuti terus langkah demi langkah. Dalam setiap langkah yang anda ambil, meski sulit atau bahkan sakit sekalipun, yakinlah bahwa Tuhan ada bersama anda. Percayakan setiap langkah ke dalam kehendak Tuhan, dan suatu ketika nanti anda akan melihat sesuatu yang indah di depan sana.
Manusia ingin instan, tetapi Tuhan kerap mempersiapkan kita selangkah demi selangkah.
Tuhan Yesus Memberkati

Regards,
Safitri

Monday, September 6, 2010

Father's love letter

Share
AnakKu , engkau mungkin tidak mengenal Aku
tetapi Aku mengenal segala sesuatu tentang dirimu
Aku tahu kalau engkau duduk atau berdiri
Aku mengerti segala jalanmu
Setiap helai rambut kepalamu terhitung semuanya
karena engkau diciptakan dalam gambar dan rupaKu
Di dalamKu engkau hidup, engkau bergerak dan engkau ada
Sebab engkau ini adalah keturunanKu
Aku mengenal engkau sejak sebelum engkau ada dalam kandungan
Aku memilih engkau dari semula , sebelum Aku menciptakan segalanya
Engkau ada bukan karena suatu kesalahan , karena hari – harimu ada tertulis dalam kitabKu
Aku telah menentukan waktu yang tepat untuk kelahiranmu , dan dimana engkau akan hidup
Kejadianmu dasyat dan ajaib
Karena Aku menenun engkau dalam kandungan ibumu
dan mengeluarkan engkau pada hari engkau dilahirkan
Seringkali Aku tidak dipahami oleh mereka yang tidak mengenal Aku
Aku tidak berada di tempat jauh dan murka
tetapi Aku adalah kasih yang sempurna
Dan adalah kerinduanKu untuk mengaruniakan kasihKu untukmu
Semua itu karena engkau adalah anakKu,dan Aku adalah Bapamu
Aku memberikan lebih dari yang dapat diberikan bapamu yang di dunia
karena Akulah Bapamu di surga yang adalah sempurna
Setiap pemberian yang baik dan setiap anugrah yang sempurna engkau terima dari tanganKu
Karena Akulah pemeliharaanmu dan Aku memberikan semua yang engkau perlukan
RancanganKu yang diberikan kepadamu adalah hari depan yang penuh harapan
Karena Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal
PikiranKu terhadapmu tidak terhitung seperti pasir di tepi pantai
Dan Aku bergirang karena engkau dengan sukacita dan sorak sorai
Aku tak pernah berhenti berbuat baik kepadamu karena engkaulah harta kesayanganKu
Aku merindukan untuk mengokohkan engkau dengan hatiKu dan jiwaKu
Aku akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang besar dan ajaib
Jika engkau mencari Aku dengan segenap hatimu engkau akan menemukan Aku
Bergembiralah karena Aku,maka Aku akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu
Karena Akulah yang mengerjakan di dalammu kemauan itu
Aku dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang engkau pikirkan
Karena Akulah yang menganugrahkan penghiburan abadi kepadamu
Akulah juga yang menghiburmu dalam segala penderitaanmu
Ketika engkau patah hati, aku berada dekat denganmu
Seperti seorang gembala menggembalakan dombanya, Aku membawa engkau dekat ke hatiKu
Suatu hari Aku akan menghapus semua air mata dari matamu
Dan Aku akan mengangkat semua kesusahan yang engkau derita di atas bumi.
Akulah Bapamu.
Kembalilah dan Aku akan mengadakan pesta terbesar yang pernah ada di surga
Selamanya aku adalah Bapa dan selamanya Aku tetaplah Bapa
PertanyaanKu adalah
maukah engkau menjadi anakKu ?
Aku menanti-nantikan engkau.

With Love ,
Your Dad , Almighty God


taken from Generation for Christ ministry

Friday, September 3, 2010

Terlambat bersaksi

Share
Ayat bacaan: Lukas 16:27-28
=======================
"Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini."

Ada suatu keluarga, suami dan istri sama-sama berasal dari keluarga dengan kepercayaan yang berbeda-beda. Ketika si suami bertobat dan lahir baru, dia bahkan sempat dilarang untuk beribadah ke gereja oleh ayah nya. Dan untuk menghindari konflik, dia memutuskan untuk pindah ke kota lain, tempat di mana dia tinggal kini. Puji Tuhan, seiring waktu berjalan ayah nya akhirnya bisa menerima keberadaan nya sebagai murid Yesus. Ia tidak mempermasalahkan lagi, malah sempat berkata bahwa ia merasakan sesuatu yang baru, yang berbeda terhadap diri nya setelah dia bertobat. Dia tidak lagi menjadi pribadi pemarah yang suka melawan. Hingga hari ini masih menjadi pergumulan nya agar ayah dan seluruh keluarganya bisa menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, demikian pula dengan keluarga mertuanya.

Memang tidak gampang bagi kita untuk menyampaikan berita keselamatan. Takut menghadapi penolakan, tidak tahu bagaimana caranya, tidak pandai bicara dan berbagai alasan lain akan membuat kita mengabaikan sebuah tugas yang seharusnya sangat penting untuk kita lakukan. Sangat penting? Ya, sangat penting, karena hal ini merupakan pesan terakhir dalam bentuk Amanat Agung yang disampaikan Yesus sendiri tepat sebelum Dia naik ke Surga. Lihatlah ayat berikut: "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:18-20). Ini menjadi tugas yang seharusnya berada dalam agenda kehidupan setiap anak Tuhan di muka bumi ini. Seperti Bapa yang tidak ingin satupun manusia ciptaanNya binasa, hati seperti itu seharusnya ada pula dalam diri kita.

Renungan kemarin mengenai Orang kaya dan Lazarus yang miskin dalam Lukas 16:19-31. Jika kemarin kita sudah melihat bahwa si orang kaya terlambat untuk berbuat baik, meski kesempatan dan kemampuan sebenarnya sudah tersedia baginya, hari ini mari kita lihat keterlambatan apa lagi yang dialami oleh orang kaya tersebut. Perhatikan ayat berikut: "Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini." (ay 27-28). Orang kaya itu memiliki 5 orang saudara yang sama-sama belum bertobat. Sepanjang hidupnya ternyata ia tidak pernah mau memberitakan Firman bahkan tidak pernah mau menjadi teladan. Ia terlena dengan segala kenyamanan yang ia miliki sebagai orang kaya sehingga melupakan sebuah tugas penting yang seharusnya menjadi perhatian orang percaya. Ia terlambat untuk bersaksi, ia terlambat untuk menjadi teladan. Dan penyesalan pun akhirnya ia rasakan ketika ia tidak lagi memiliki kesempatan. "Seandainya saya tahu bakalan begini, saya akan mati-matian mengingatkan kelima saudara saya selagi masih hidup.." saya yakin ia berpikir demikian. Tetapi semuanya sudah terlambat, penyesalan sedalam apapun tidak lagi bisa mengubah keadaan.

Mewartakan Firman bukan harus selalu lewat kotbah. Dan bukan pula dilakukan dengan cara memaksa atau bahkan mengancam. Ada banyak orang yang berpikir bahwa itu hanyalah tugas pendeta atau hamba-hamba Tuhan yang aktif di gereja saja, padahal ini seharusnya merupakan tugas dari setiap anak-anak Tuhan. Kita tidak harus menjadi pendeta terlebih dahulu untuk melaksanakan tugas ini. Ada sebuah cara yang elegan dan sebenarnya mudah untuk kita lakukan, yaitu menyatakan Yesus lewat kesaksian kita, lewat pengalaman hidup kita, dan juga lewat tingkah laku dan perbuatan kita. Hal ini seringkali luput dari perhatian kita. Dalam kitab Wahyu kita bisa melihat bahwa iblis itu dikalahkan oleh "darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian" kita. (Wahyu 12:11) Ini artinya kesaksian kita akan memiliki dampak yang sangat penting dalam mewartakan berita keselamatan.

Paulus menekankan pentingnya mempergunakan waktu dengan cermat dan sungguh-sungguh selagi kesempatan itu masih ada pada kita. Dalam suratnya kepada jemaat Efesus ia berkata "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Dia juga mengingatkan kita untuk tidak berpangku tangan dan bermalas-malasan saja. "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." (ay 14). Adalah penting bagi kita untuk menjadi orang yang bersaksi, menjadi teladan dan bagi yang sudah berkeluarga hendaklah bisa menjadi orang yang sanggup memimpin keluarga untuk taat kepada Firman Tuhan. Ada waktu dimana kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa seperti yang dialami oleh orang kaya dalam kisah Lazarus di atas, dan hal ini pun sudah diingatkan sejak jauh hari. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Sudahkah kita menjadi orang-orang yang mampu bersaksi akan kebaikan dan kasih Yesus dalam hidup kita? Sudahkah kita menjadi teladan bagi sesama kita, terlebih bagi keluarga kita? Menjadi terang dan garam harus menjadi gaya hidup kita, karena percuma saja kita mengaku beriman pada Yesus tetapi tidak disertai dengan perbuatan yang bisa menjadi teladan di mata orang-orang di sekitar kita. Si orang kaya sudah tidak lagi memiliki kesempatan, tetapi kita masih bisa melakukannya saat ini. Pergunakanlah waktu yang masih tersisa semaksimal mungkin agar jangan sampai kita menyesal karena terlambat seperti si orang kaya.

Selagi masih ada kesempatan, jadilah kesaksian dan teladan bagi orang-orang di sekitar kita.

Tuhan Yesus memberkati.

Wednesday, September 1, 2010

Keajaiban

Share
Suatu hari di sebuah kelas, sekelompok kelas geografi sedang mempelajari “Tujuh Kejaiban Dunia”pada awal pelajaran mereka disuruh untuk menuliskan tujuh keajaiban dunia yang mereka ketahui saat ini,walaupun ada beberapa tidak kesesuian,namun secara garis besar mereka menuliskan tujuh kejaiban dunia tersebut :

1.Piramida
2.Taj Mahal
3.Tembok Besar Cina
4.Kuil Ankor
5.Menara eiffel
6. Borobudur
7. Dll, Dsb

ketika mengumpulkan daftar tujuh kejaiban dunia dari para siswa, sang guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gadis kecil pendiam, yang belum mengumpulkan tugasnya,lalu sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan tugasnya

Gadis pendiam itu menjawab
“yah sedikit, saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya”

lalu sang guru berkata
“baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki,dan mungkin kami bisa membantu memilihnya”

Gadis kecil itu ragu sejenak,kemudian membaca,”saya fikir “Tujuh Keajaiban Dunia”adalah :
1.Bisa melihat
2.Bisa mendengar
3.Bisa menyentuh
4.Bisa menyayangi
(Dia ragu sebentar,dan kemudian melanjutkan…)
5.Bisa merasakan
6.Bisa Tertawa
7.Dan bisa mencintai

Ruang kelas seketika sunyi, alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat eksploitasi manusia dan menyebutnya “keajaiban” Sementara kita lihat apa yang diberikan Tuhan kepada kita, kita lebih suka melihatnya sebagai hal yang “Biasa”, semoga pada hari ini kita dapat merenungkan tentang segala hal yang betul-betul ajaib dalam kehidupan kita

Tuesday, August 31, 2010

Menghargai Berkat Tuhan

Share



Menghargai Berkat Tuhan

Ayat bacaan: Yohanes 6:12
===================
"Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."
Tidak sedikit orang tua yang mengajarkan anaknya untuk tidak membuang-buang atau menyisakan makanan di piring mereka. Dan banyak orang yang pernah mendapat didikan seperti itu dengan cukup keras. Ketika ia kecil, ia pernah mengambil makanan sangat banyak dalam satu piring, dan ibunya membiarkan hal itu. Ketika ia hanya menghabiskan sedikit, sang ibu kemudian memarahinya dan memaksanya untuk menghabiskan semuanya, meski kenyang atau apapun alasannya. Hal ini membuatnya kemudian belajar untuk mengambil secukupnya, tidak menumpuk makanan di piring lagi untuk kemudian dibuang ke tempat sampah.
Ada banyak di antara kita yang berpikir hal seperti itu tidak masalah. Bukankah uang yang dipakai untuk membeli pun juga uang kita? Mengapa kita harus repot jika makanan itu berlebih dan dibuang? Benar, itu uang kita. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa berkat itu berasal dari Tuhan dan bukan untuk disimpan sendiri, apalagi dibuang-buang? Ketika kita menghamburkan uang untuk menyediakan makanan lebih daripada kebutuhan lalu kemudian dibuang, apakah kita ingat ada banyak gelandangan dan anak-anak yang kelaparan, yang mungkin akan berpesta dengan segenggam saja sisa makanan yang terbuang itu? Ketika kita berpesta pora, pedulikah kita bahwa di sisi lain ada anak yang tengah menangis kelaparan? Perhatikanlah, Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu. Kita bisa melihat sebuah contoh dari peristiwa yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu ketika Yesus membuat mukjizat yang mampu mengenyangkan 5000 orang, belum termasuk anak-anak dan wanita lewat lima roti dan dua ikan.
Ketika itu Yesus baru saja membuat mukjizat luar biasa dengan sisa makanan yang seadanya sehingga mampu memberi makan ribuan orang sekaligus. "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Mereka boleh makan sebanyak yang mereka kehendaki. Mereka disini bukan berbicara puluhan atau ratusan, tetapi ribuan orang. Lalu lihat ayat berikutnya berkata seperti ini: "Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." (ay 12). Ketiga Penulis Injil lainnya pun mencatat mengenai pengumpulan potongan-potongan tersisa ini. (Matius 14:20, Markus 6:43 dan Lukas 9:17. Lihatlah bahwa Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak membuang-buang sisa makanan seenaknya. Dia meminta kita untuk mengumpulkan sisanya, agar tidak ada yang terbuang.
Apa yang kita makan saat ini merupakan berkat tak terhingga dari Tuhan. Ini adalah hal yang penting untuk diingat. Itulah sebabnya dengan tidak membuang-buang makanan, itu artinya kita menghargai berkat yang diberikan Tuhan termasuk pula menghargai Sang Pemberinya. Di sisi lain itu juga menunjukkan bahwa kita memiliki kepedulian terhadap sesama kita atas dasar kasih, tepat seperti hukum kedua dari dua hukum yang terutama yang diajarkan Yesus. (Matius 22:34-40). Dengan membuang-buang makanan seenaknya itu artinya kita tidak menghargai pemberian Tuhan dan tidak memiliki empati terhadap penderitaan sesama. Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik di mata Tuhan. Apalagi jika kita ingat sebuah ayat yang berbunyi: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Ada banyak orang yang lebih suka membuang makanannya daripada dibagikan kepada sesama. Tidak perlu jauh-jauh, mungkin tetangga kita sendiri saat ini sedang membutuhkan makanan. Ada banyak pula yang hanya memberi karena mengharapkan balasan atau memiliki kepentingan tertentu, bukan atas dasar kasih. Semua itu bukanlah sesuatu yang baik di mata Tuhan. Kita mengucap syukur atas makanan dan minuman yang terhidang di hadapan kita, dan jika kita buang, bukankah itu artinya kita membuang berkat yang berasal dari Tuhan? Tidakkah akan jauh lebih baik apabila kita mempergunakannya untuk memberkati orang lain? Sudahkah kita memperlakukan berkat dari Tuhan dengan benar? Ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini bukanlah hasil usaha kita semata, tetapi juga merupakan berkat yang indah dari Tuhan. Hari ini marilah kita bersama-sama belajar menghargai berkat Tuhan, mensyukuri segala yang telah Dia berikan kepada kita, dan memakainya untuk memberkati orang lain.

Membuang berkat Tuhan berarti tidak menghargai Sang Pemberi.
Tuhan Yesus memberkati.

Regards,
Safitri

Menghargai Waktu

Share





Menghargai Waktu

Ayat bacaan: Efesus 5:16
========================
"dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."
Ada seseorang mendapatkan musibah kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya. Puji Tuhan ia masih selamat, meskipun mendapatkan tujuh jahitan di ubun-ubun kepalanya. Musibah sebenarnya bisa dihindari apabila ia tidak mengebut dan memakai helm. Akibat menghindari sebuah becak ia terpelanting ke jalan dan sebuah mobil mengerem tepat di depan kepalanya. Putaran ban ternyata masih kencang, dan ubun-ubun kepalanya pun terkikis oleh ban sehingga sobek cukup panjang. Bayangkan seandainya pengemudi mobil itu telat menginjak rem sepersekian detik saja, atau kurang dalam sedikit saja, kepalanya bisa remuk tergiling mobil itu. Rasa bersyukur kepada Tuhan masih memberi kesempatan baginya untuk hidup. Saat ini ia masih beristirahat untuk memulihkan luka-luka dan bengkak yang ia alami di sekujur tubuh.
Tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kita dipanggil kembali menghadap Bapa. Banyak orang yang begitu takut menghadapi tahun 2012 yang mereka percaya akan menjadi akhir dari dunia ini. Ada yang pernah bercanda bahwa nanti memasuki tahun 2012 dia akan berubah. Padahal siapa yang bisa mengetahui kapan dunia ini berakhir, dan tentu saja siapa yang bisa tahu kapan ia dipanggil pulang? Kasus "near death experience" yang dialami orang di atas semakin membuka mata kita bahwa kita tidaklah pernah tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Bisa jadi puluhan tahun lagi, beberapa jam lagi bahkan mungkin pula sedetik lagi.
Paulus mengingatkan kepada jemaat Efesus untuk tidak membuang-buang waktu dengan terus berbuat dosa. Ia mengingatkan: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15).Ini pesan yang sangat penting karena tidak selamanya kesempatan untuk bertobat itu ada pada kita. Jangan bebal, tapi jadilah orang yang bijaksana dengan menghargai waktu yang masih diberikan kepada kita. Lebih lanjut Paulus pun menekankan kita untuk bijaksana memanfaatkan waktu karena bumi yang kita huni saat ini penuh dengan hal-hal yang menyesatkan. "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16).
Dari apa yang dialami orang tersebut, kita bisa melihat betapa sepersekian detik saja sudah begitu berharga. Sadarilah betapa seringnya kita sulit menghargai waktu dengan baik. Padahal membuang satu menit atau satu detik saja akan berarti membuang sebuah kesempatan besar. Waktu yang sudah berlalu tidak bisa diulangi lagi, kesempatan seringkali berlalu tanpa bisa kita dapat kembali. Tetapi kita begitu seringnya terlena dengan segala kenikmatan dunia sehingga selalu berpikir bahwa kita masih punya banyak kesempatan. Yesus jelas berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).
Terlena, menunda-nunda memang menjadi kebiasaan buruk bagi manusia. Itulah sebabnya kita perlu mengingat sepenggal doa Musa mengenai hal ini yang tertulis dalam Mazmur. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Doa dan kedekatan kita kepada Bapa bisa memampukan kita untuk tetap terus menghitung hari-hari kita dengan bijaksana, terus berjaga-jaga. Yesus mengingatkan kita "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35) dan Paulus mengingatkan "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Jangan terlena, jangan terus menunda kesempatan untuk memperbaiki diri, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan memang membuka pintu kesempatan lebar-lebar kepada kita untuk berbalik arah kembali kepadaNya. Dia memang berjanji akan segera mengampuni kita, bahkan berjanji untuk tidak lagi mengingat-ingat dosa kita seperti apa yang Tuhan katakan dalam Yeremia 31:34. Namun kita harus ingat pula bahwa kesempatan emas seperti itu tidaklah tersedia selamanya. Ada waktu dimana kita akan dipanggil menghadapNya dan harus siap mempertanggungjawabkan semua yang kita perbuat dan katakan, dan kita tidak akan pernah tahu kapan saat itu tiba. Oleh karena itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang arif dan bijaksana dalam menghitung hari-hari kita, mengisi setiap waktu kita dengan hal-hal bermanfaat, mempergunakan waktu yang masih diberikan dengan sebaik-baiknya agar kita tidak sampai menyesal ketika saatnya tiba. Marilah kita hargai setiap waktu yang diberikan Tuhan dengan semaksimal mungkin.
Jangan sia-siakan setiap detik yang diberikan Tuhan kepada kita.
Tuhan Yesus memberkati.

Regards,
Safitri